May 2, 2025 | admin

Peristiwa Malari (1974): Gejolak Mahasiswa, Anti-Asing

Pendahuluan

Peristiwa Malari, akronim dari Malapetaka Lima Belas Januari, merupakan demonstrasi mahasiswa yang berujung pada kerusuhan besar di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa ini menjadi titik penting dalam sejarah politik Indonesia di era Orde Baru, memperlihatkan ketidakpuasan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah dan memicu perubahan signifikan dalam dinamika politik dan sosial.

Latar Belakang: Ketidakpuasan Mahasiswa Terhadap Kebijakan Orde Baru

Peristiwa Malari tidak terjadi secara tiba-tiba. Sejak awal tahun 1970-an, mahasiswa dan aktivis di Indonesia telah menunjukkan ketidakpuasan terhadap arah kebijakan pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Beberapa faktor utama yang melatarbelakangi aksi protes ini adalah: situs slot gacor andalan sejak 2019 di situs totowayang rasakan kemenangan dengan mudah.

  • Dominasi Modal Asing: Mahasiswa mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap terlalu membuka pintu bagi investasi asing, terutama dari Jepang. Mereka menilai bahwa kebijakan ini lebih menguntungkan pengusaha besar dan lingkaran kekuasaan Orde Baru daripada rakyat kecil.
  • Ketidaksetaraan Ekonomi: Para aktivis menyoroti ketidaksetaraan dalam pembagian hasil pembangunan ekonomi. Investasi asing dianggap hanya memperkaya segelintir elite dan tidak membawa dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat luas.
  • Korupsi dan Kolusi: Praktik korupsi dan kolusi yang diduga melibatkan pejabat pemerintah dan pengusaha semakin memperburuk citra Orde Baru di mata mahasiswa.
  • Kunjungan Perdana Menteri Jepang: Kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, ke Indonesia pada tanggal 14 Januari 1974 menjadi momentum pemicu demonstrasi besar-besaran. Jepang dianggap sebagai simbol dominasi ekonomi asing.
  • Isu Asisten Pribadi Presiden (Aspri): Keberadaan Aspri Presiden Soeharto juga menjadi sasaran kritik mahasiswa. Mereka dianggap memiliki pengaruh yang terlalu besar dalam pemerintahan dan menjadi sumber praktik KKN.

Baca Juga: Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar): Kontroversi, Sejarah

Kronologi Peristiwa Malari: Demonstrasi Berujung Kerusuhan

Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta telah merencanakan aksi demonstrasi untuk menyambut kedatangan PM Tanaka dan menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah. Pada tanggal 15 Januari 1974, ribuan mahasiswa bergerak menuju pusat kota Jakarta. Tuntutan utama mereka meliputi:

  • Pembubaran Aspri.
  • Penurunan harga-harga barang.
  • Pemberantasan korupsi.
  • Penolakan terhadap dominasi modal asing, khususnya Jepang.

Awalnya, aksi demonstrasi berjalan relatif damai. Namun, situasi berubah menjadiChaos dan anarkis. Massa mulai melakukan perusakan dan pembakaran terhadap bangunan dan kendaraan yang dianggap terkait dengan Jepang, seperti showroom mobil Toyota dan proyek pembangunan Senen. Kerusuhan meluas hingga ke kawasan Senen, di mana terjadi penjarahan dan pembakaran pusat perbelanjaan.

Penyebab pasti mengapa demonstrasi damai berubah menjadi kerusuhan masih menjadi perdebatan. Beberapa teori menyebutkan adanya provokator yang sengaja memicu kekacauan. Ada pula dugaan keterlibatan faksi-faksi tertentu dalam tubuh militer yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan politik mereka.

Aparat keamanan bertindak represif untuk menertibkan kerusuhan. Akibat peristiwa Malari, data resmi pemerintah mencatat 11 orang tewas, ratusan luka-luka, dan ribuan orang ditangkap. Kerugian materi juga sangat besar akibat pembakaran dan penjarahan.

Dampak Peristiwa Malari: Perubahan Politik dan Sosial

Peristiwa Malari memiliki dampak yang signifikan terhadap konstelasi politik dan sosial di Indonesia pada masa Orde Baru:

  • Pembubaran Aspri: Salah satu tuntutan utama mahasiswa, yaitu pembubaran Aspri, akhirnya dipenuhi oleh Presiden Soeharto. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah merespons tekanan dari mahasiswa, meskipun dengan cara yang represif.
  • Pergantian Pejabat: Beberapa pejabat yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan dicopot dari jabatannya. Soemitro, Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), diberhentikan dan jabatannya diambil alih langsung oleh Presiden Soeharto.
  • Pembatasan Kebebasan Mahasiswa dan Pers: Pemerintah Orde Baru semakin memperketat kontrol terhadap kegiatan mahasiswa, aktivis, dan media massa. Kebebasan berpendapat dan berkumpul dibatasi. Pers mahasiswa mengalami kemunduran akibat tekanan dan pembredelan.
  • Penguatan Kekuasaan Presiden: Peristiwa Malari memperkuat sentralisasi kekuasaan di tangan Presiden Soeharto. Pemerintah menggunakan peristiwa ini sebagai alasan untuk menindak tegas gerakan-gerakan kritis dan memperkokoh stabilitas politik yang diinginkan Orde Baru.
  • Perubahan Kebijakan Ekonomi (Meskipun Terbatas): Meskipun tidak secara fundamental mengubah arah kebijakan ekonomi yang pro-investasi asing, pemerintah Orde Baru memberikan sedikit perhatian lebih pada isu pemerataan dan pengembangan ekonomi kerakyatan setelah Malari.
  • Trauma dan Kesadaran Politik: Peristiwa Malari meninggalkan trauma mendalam bagi para aktivis dan mahasiswa yang terlibat. Namun, peristiwa ini juga meningkatkan kesadaran politik di kalangan masyarakat dan menjadi simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru, meskipun dengan konsekuensi yang berat.

Kesimpulan

Peristiwa Malari merupakan titik balik penting dalam sejarah Orde Baru. Demonstrasi mahasiswa yang awalnya bertujuan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah terkait investasi asing dan korupsi, berujung pada kerusuhan tragis dengan korban jiwa dan kerugian materi yang besar. Respon represif pemerintah setelah Malari semakin memperkuat kontrol negara terhadap masyarakat dan membatasi ruang gerak gerakan mahasiswa dan pers.

Meskipun tuntutan utama mahasiswa terkait perubahan fundamental dalam kebijakan ekonomi tidak sepenuhnya terpenuhi, Peristiwa Malari tetap menjadi pengingat akan pentingnya suara kritis masyarakat dan potensi gejolak sosial akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah. Peristiwa ini juga menjadi catatan kelam dalam sejarah demokrasi Indonesia, di mana aspirasi mahasiswa dijawab dengan kekerasan dan pembatasan kebebasan. Memahami Peristiwa Malari penting untuk merefleksikan perjalanan bangsa dan mencegah terulangnya kembali tindakan represif terhadap suara-suara kritis di masa depan.

Share: Facebook Twitter Linkedin